JAKARTA – Langkah Strategis di Tengah Ketegangan
Arab Saudi secara resmi mengumumkan peluncuran inisiatif baru untuk mendirikan negara Palestina. Pengumuman ini disampaikan oleh diplomat utama negara tersebut, Pangeran Faisal bin Farhan, dalam sebuah pertemuan yang melibatkan Liga Arab, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), dan Norwegia.
Langkah ini diambil di tengah kegagalan upaya internasional yang terus berlanjut dalam menyelesaikan konflik antara Palestina dan Israel. Situasi di kawasan tersebut semakin tegang, terutama dengan perang yang berkecamuk di Gaza antara Israel dan Hamas, yang kini juga melibatkan Hizbullah di Lebanon.
Pertemuan Pertama di Riyadh
Mengutip laporan dari Arab News pada Jumat (28/9/2024), Pangeran Faisal menginformasikan bahwa pertemuan pertama untuk inisiatif ini akan diadakan di Riyadh. Kepala urusan luar negeri Uni Eropa (UE), Josep Borrell, juga menyatakan bahwa pertemuan tindak lanjut pertama akan berlangsung di Riyadh dan Brussels. “Inisiatif ini merupakan upaya bersama antara negara-negara Arab dan Eropa,” tambahnya.
Mendorong Gencatan Senjata dan Solusi Dua Negara
Pangeran Faisal menegaskan pentingnya bergerak bersama untuk mengambil keputusan yang dapat menghasilkan gencatan senjata segera di Gaza. Ia menekankan bahwa penerapan solusi dua negara adalah hal yang paling mendesak, dengan tujuan mendirikan negara Palestina yang merdeka.
Sejak 7 Oktober, Israel telah melancarkan serangan besar-besaran ke Gaza, menghancurkan wilayah tersebut dan menyebabkan ratusan orang ditangkap oleh Hamas sebagai langkah balasan terhadap pendudukan Israel. Pertempuran yang berkepanjangan telah mengakibatkan lebih dari 41.000 korban jiwa, dengan upaya gencatan senjata yang tak kunjung terwujud, dan kini muncul pula konflik baru antara Israel dan Hizbullah.
Kemanusiaan dalam Krisis
Pangeran Faisal menyatakan bahwa perang yang sedang berlangsung telah menciptakan bencana kemanusiaan yang menghancurkan, akibat tindakan kejam baik oleh Israel di Gaza maupun di Tepi Barat, termasuk di Masjid Al-Aqsa dan tempat-tempat suci lainnya. Ia menegaskan bahwa hak untuk membela diri tidak dapat membenarkan pembunuhan massal terhadap warga sipil dan pelanggaran hak asasi manusia yang sistematis.
Arab Saudi telah berulang kali menegaskan bahwa mereka tidak akan menjalin hubungan diplomatik dengan Israel tanpa adanya pembentukan negara Palestina berdasarkan perbatasan tahun 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya. Namun, Israel menunjukkan ketidakminatan dalam memenuhi syarat ini.
Komitmen Arab Saudi
Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman (MBS), sebelumnya menyatakan bahwa Riyadh tidak akan mengakui Israel tanpa adanya negara Palestina. Ia juga mengutuk keras “kejahatan pendudukan Israel” terhadap rakyat Palestina, menegaskan bahwa Kerajaan akan terus berupaya mendirikan negara Palestina yang merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibukotanya.
“Kami menegaskan bahwa Kerajaan tidak akan menjalin hubungan diplomatik dengan Israel tanpa pembentukan negara Palestina,” tegasnya dalam pidatonya di hadapan Dewan Syura Penasihat.
Dengan inisiatif ini, Arab Saudi berharap dapat membuka jalan bagi perdamaian yang adil dan menyeluruh di kawasan yang telah lama dilanda konflik ini.