Asal Usul Istilah “Kumpul Kebo”: Makna dan Konteks Sosialnya

Istilah “kumpul kebo” sering digunakan di Indonesia untuk merujuk pada pasangan yang tinggal bersama tanpa ikatan pernikahan. Mari kita telusuri makna dan asal-usul istilah ini.

• Istilah “kumpul kebo” berasal dari bahasa Belanda “koempoel gebouw”

• Sebutan ini memiliki konotasi negatif terhadap hubungan tanpa ikatan resmi

Bacaan Lainnya

• Dalam konteks hukum, istilah ini terkait dengan kohabitasi

APA YANG TERJADI?

Di Indonesia, pasangan yang hidup bersama tanpa menikah sering disebut “kumpul kebo.” Istilah ini berasal dari frasa Belanda “koempoel gebouw,” yang berarti berkumpul di bawah satu atap. Dalam bahasa Belanda, “gebouw” berarti bangunan atau rumah. Namun, masyarakat Indonesia lebih mengenal istilah ini dengan menyebutnya “kebo,” yang berarti kerbau. Sehingga, perilaku pasangan yang tinggal bersama tanpa ikatan resmi ini dinamakan “kumpul kebo.”

GAMBARAN BESAR

Sebutan “kumpul kebo” merujuk pada perilaku manusia yang mirip dengan hewan, yaitu tinggal bersama tanpa adanya ikatan resmi. Dengan demikian, istilah ini memiliki nada negatif, mencerminkan pandangan masyarakat terhadap pasangan yang hidup bersama tanpa pernikahan.

Di dunia politik, istilah “kumpul kebo” juga memiliki padanan dalam bahasa Inggris, yaitu “cohabitation,” yang berasal dari bahasa Latin “cohabitare.” Istilah ini muncul pada tahun 1983, setelah François Mitterrand terpilih sebagai presiden Prancis.

SELANJUTNYA UNTUK KONTEKS BUDAYA

Pengamat dari Pusat Pembinaan Bahasa, Ganjar Harimansyah Wijaya, menjelaskan bahwa istilah “kumpul kebo” berkembang dalam konteks budaya Jawa dan Indonesia secara umum. Kata “kebo” digunakan karena kerbau, sebagai hewan domestik, umumnya hidup berkelompok tanpa struktur sosial yang ketat. “Hewan domestik seperti kerbau umumnya hidup berpasangan atau berkelompok tanpa struktur sosial yang ketat,” jelas Ganjar.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah “kumpul kebo” diartikan sebagai hidup bersama sebagai suami istri di luar pernikahan. Meskipun istilah ini tidak secara eksplisit tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), konsep kohabitasi diakui dalam pasal-pasal KUHP yang baru disahkan melalui UU No. 1 Tahun 2023. Tindakan kohabitasi dapat dianggap sebagai pelanggaran kesusilaan, meskipun istilah “kumpul kebo” tidak digunakan secara harfiah dalam regulasi tersebut.

Pos terkait